Oleh:Hary pursani
Allah Akbar 3 X
Sejak
terbenamnya matahari disebelah barat hingga fajar menyingsing dari ufuk
timur, suara takbir membesarkan Asma Allah mulai menggema memenuhi
angkasa alam raya, sebagai pertanda bahwa kita sudah berada dalam
suasana bahagia menyambut hari kemenangan, yaitu Idul Fitri 1432
Hijriyah.
Karenanya di pagi yang mulia ini mari kita tundukkan wajah kita untuk
mengingat dan berzikir kepada Allah, mengagungkan dan memuji asma Allah,
sebab Dialah menggerakkan denyut jantung kita. Dilah yang mengalirkan
darah disekujur tubuh, sehingga kita masih bisa menikmati dan menyambut
datangnya Idul Fitri sebagai hari kemanangan setelah sebulan penuh
melaksanakan ibadah puasa.
Sungguh betapa banyak saudara-saudara kita, yang pada tahun lalu duduk
bersimpuh ditempat yang mulia ini bersama kita, kini sudah tiada.
Mereka meninggalkan suami atau istri tercinta, meninggalkan anak-anak
mereka yang hidup menjadi yatim, yang sungguh pada hari ini mereka tidak
dapat lagi menikmati keindahan berkumpul bersama keluarga seperti pada
tahun-tahun lalu, karena beliau sudah kembali kehadapan Robbul Izzati.
Semoga saudara-saudara kita yang kini sudah menjadi almarhum dan
almarhumah mendapat maghfirah dan pengampuan dari Allah SWT, serta
diberikan tempat yang layak disisi-Nya. Amiin
ALLAHU AKBAR – ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR WALILLAHIL HAMDU
Saudara-saudaraku kaum muslimin muslimat rahimakumullah
Sebulan kita telah lalui ujian dari Allah SWT untuk menahan hawa nafsu
yang selalu ingin mengikuti jejak dan rayuan syetan, nafsu yang selalu
ingin berbelok dari garis kebenaran, nafsu yang selalu ingin menang
sendiri dan menindas yang lain.
Puasa yang kita laksanakan sebulan penuh merupakan latihan dari Allah
SWT untuk melatih diri agar menahan lapar, melatih diri merasakan perih
dan pedihnya perut yang tidak terisi dengan makanan. Melatih diri untuk
merasakan hausnya kerongkongan dan tenggorokan yang kekeringan dan
mendambakan basahan air minum, agar kita kaum muslimin dapat merasakan
betapa sengsara dan beratnya penderitaan yang dialami oleh anak-anak
yatim dan fakir miskin yang diwaktu pagi kadang mereka makan, dan sore
hari tidak.
Shaum adalah ibadah yang dapat menambah kekuatan spiritual untuk
menghadapi berbagai tantangan dan tuntutan. Meski kita telah
melaksanakan ibadah shaum, namun, apakah kita telah meraih kekuatan baru
untuk menguasai tuntutan hawa nafsu? Baik tuntutan yang berkaitan
dengan pandangan, pendengaran,ungkapan, pemikiaran, angan-angan, ataupun
lainnya? Atau hanya sekedar menahan haus dan lapar laksana pelaku aksi
mogok makan seperti yang disinyalir Nabi SAW:
"Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi dia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya lapar dan haus."
ALLAHU AKBAR – ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR WALILLAHIL HAMDU
Saudara-saudaraku kaum muslimin muslimat Sidang ID rahimakumullah
Sungguh Allah Maha Mengetahui dan menyaksikan apa yang telah kita
lakukan pada bulan suci. Kini bulan yang penuh rahmat dan ampunan itu
telah tiada, ia pergi meninggalkan kita. Apakah kita akan bertemu
kembali pada tahun berikutnya atau kita akan dipangil untuk menghadap
keharibaan Yang Maha tinggi sebelum dia kembali? Tak ada seorangpun
diantara kita yang dapat mengetahui kalau dirinya akan hidup sampai esok
lusa, apa lagi hidup sampai bulan Ramadan tahun depan.
Sekiranya kita belum meraih rahmat dan ampunan, apa yang akan kita
lakukan bila kita sudah berada di ruang sidang untuk menghadap Hakim
Yang Maha Adil dan Maha Mengetahui terhadap semua prilaku insan, .
Inilah pengadilan yang hakiki yang disaksikan semua makhluk meliputi
manusia, jin dan binatang.
Dengan kecanggihan teknologi ilahi, semua kesalahan manusia akan tampak,
semua dosa akan jelas, dan semua maksiat yang telah dilakukan akan
tersingkap. Rekaman suara hati tidak dapat dipungkiri meski saat ini
terus ditutupi. Ketika itulah datangnya rasa takut yang tidak akan
berujung, rasa malu yang tidak akan berakhir, dan rasa ngeri yang tidak
akan berhenti. Semua akan kita alami bila kita tidak mendapat ampunan
ilahi akibat gagal dalam mengisi bulan suci.
Jika kesuksesan sementara di dunia tidak pernah dapat diraih kecuali
dengan kelulusan dalam satu proses ujian. Apakah mungkin kesuksesan
hakiki dan abadi di akhirat nanti akan dapat kita raih tanpa ujian?
Kehidupan dunia adalah lembaran ujian yang mesti diisi dengan benar
untuk meraih sukses pada hari pembalasan. Hanya saja banyak sekali dari
kita yang tidak menyadari bahwa kita sedang menghadapi ujian. Nikmat
sehat merupakan amanah yang sering dilupakan, apakah kita telah mampu
memanfaatkannya demi berjuang membela hak dan keadilan; nikmat harta
merupakan amanah yang mesti dipertanggungjawabkan, apakan kita mampu
menggunakannya demi kelangsungan da’wah dan keselamatan ummat dari
bahaya kemusyrikan.
Bahaya kemusyrikan yang senantiasa mengancam fuqara dan masakin; Usia
panjang adalah amanat yang sering diabaikan, apakah kita mampu
mengisinya dengan berbagai aktifitas yang bermanfaat bagi keluarga,
masyarakat dan ummat beriman; dan ni’mat ilmu adalah amanat yang sangat
berharga bila diamalkan, apakah kita mampu menggunakannya untuk
meluruskan aktfitas manusia dan mengarahkan mereka menuju ridha
arrohman.. semua kenikmatan itu adalah materi ujian. Kita tidak lama
lagi akan diperiksa tentang semua kenikmatan yang telah kita terima
sejak dahulu hingga hari ini hari lebaran,. Diperiksa di hadapan
Pencipta yang telah menjadikan mati dan hidup sebagai ujian.
(Dialah) yang telah menciptan mati dan hidup untuk menguji kamu siapa
diantaramu yang lebih baik dan ikhlas amalnya Kesempatan beribadah tidak
hanya pada bulan Ramadhan. Selama kita masih dapat bernafas maka selama
itu pula kita wajib beramal shaleh.
ALLAHU AKBAR – ALLAHU AKBAR ALLAHU AKBAR WALILLAHIL HAMDU
Saudara-saudaraku kaum muslimin muslimat Sidang ID rahimakumullah
Ibdah puasa yang baru saja selesai kita laksanakan diakhiri dengan
mengeluarkan zakat fitrah, sebagai pensuci diri yang diibayarkan
sebelum salat Idul Fithri, dan dibagikan kepada fuqarak wal masakin
Sesuai bimbingan Rasulullah SAW, aghnuhum ‘anis-suaal fii hadzal yauma,
artinya kayakanlah mereka (orang-orang tak berpunya) itu dari masalah
meminta-minta pada hari lebaran ini.
Dalam sebuah hadis beliau bersabda yang artinya : Hakikatnya, “zakat
fithrah menjadi pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang
tercela dan dari dosa, serta sebagai makanan bagi orang-orang miskin”
(HR.Abu Daud).
Perintah agama sangat tegas. Kayakan mereka orang fakir miskin yang
tidak sanggup itu, pada hari lebaran idul fithri ini. Bebaskan mereka
dari bertawaf, berkeliling meminta-minta dihari besar yang mulai ini.
Demikian inti ajaran Islam. Maksudnya supaya satu sama lain saling
ringan meringankan. Berat sepikul ringan sejinjing.
Dihari lebaran terbuka pintu pendapatan insidentil dari setiap orang
fuqarak dan masakin. Jangan mereka dihina dan dihardik. Semestinya
setiap orang yang berpunya merasa malu dihadapan Allah, bila
dikelilingnya berserak orang-orang miskin. Secara alamiah kondisi
menjamurnya kemiskinan adalah penggambaran nyata dari kondisi kekayaan
orang berada yang tidak banyak bermanfaat dalam mengurangi jumlah orang
miskin disekelilingnya.
Kaum Muslimin Muslimat Sidah Id yang Berbahagia
Nikmat yang sejati hanya ada pada diri yang selalu bertaqwa dan
bersyukur. Nikmat seperti itu merupakan kebahagiaan hakiki, yang sanggup
dirasakan sepanjang hari, dan menjadi dambaan Mukmin sejati.
Akankah kita dapat merasakan nikmatnya bahagia, bila disaat-saat kita
semua bergembira ria, kalau disamping kita ada orang yang menangis
tersedu-sedu? Sedu sedannya, seakan jeritan tanpa suara.
Padahal, mereka sedang menangis, memikirkan dan merasakan kehampaan
hidup, karena tidak punya apa-apa, kecuali nyawa berbungkus kulit.
Akan sirnalah semua kebahagiaan pada hari ini, jika masih ada di
keliling kita orang yang dengan nasib dan takdir yang ada padanya, masih
menengadahkan tangan mengharap sesuap nasi, untuk dimakan, atau karena
melihat anak-anak orang lain bergembira berpakaian baru pemberian ibu,
sepatu hadiah sang paman…. Alangkah malangnya nasib badan.
Padahal sebenarnya. Mereka hanya tidak memiliki kesempatan, belum
berkemampuan untuk menggantinya, walau hanya sepotong. Karena tidak ada
sumber pendapatan, hilangnya lowongan pekerjaan, tak ada pula yang mau
berbelas kasihan.
Membiarkan kondisi ini, dan menganggapnya suatu hal biasa, kita akan
digolongkan kepada orang-orang yang mendustakan agama? Sebagaimana
firman Allah dalam surat Al-Ma’un
Tahukah engkau orang-orang yang mendustakan agama ? Yaitu itulah orang
yang menghardik dan menyia-nyiakan hak anak yatim. Yang tidak peduli
dengan pembinaan generasi.
Marilah kita merenung sejenak, melihat kondisi disekeliling kita, dimana
terdapat puluhan bahkan rausan anak yang sudah menjadi yatim-piatu
karena ditinggalkan orangtuanya menghadap ke Ilahi Robbi. Mereka hanya
membutuhkan uluran tangan dan sesuap nasi untuk menyambung hidupnya,
selembar pakaian untuk menutup badannya.
Pada hari bahagia ini, anak-anak yatim di sekeliling kita akan terngiang
dan teringat masa lalunya ketika orang tuanya masih hidup
melindunginya. Lalu pada hari raya ini, kepada siapakah mereka harus
memanggil ayah dan ibu, ataukah mereka akan kita biarkan menangis diatas
batu nisan orang tuanya? Tidak wahai saudara-saudaraku, ini adalah
tanggungjawab kita semua.
Allahu Akbar 3 X
Saudara-saudaraku kaum muslimin-muslimat rahimakumullah
Dalam sebuah kisah diceritakan, bahwa Pada suasana lebaran seperti kita
rasakan saat ini. Dipagi hari dikala Rasulullah SAW masih hidup, beliau
keluar menuju tempat salat ibadah ‘Idul Fithri. Beliau lihat, seorang
bocah termenung menyendiri. Dengan tatapan mata menerawang, dan
disampingnya ada teman sebaya bergembira ria, berpakaian baru pembelian
ayah. Ditangan temannya ada penganan enak buatan ibu.
Dari jauh si bocah hanya bisa melihat, sambil menikmatinya dengan
bermenung. Alangkah indahnya kegembiraan teman sebaya. Ditemani gelak
tawa penuh bahagia. Dilihat diri, jauh berbeda. Dikala itu terasa badan
tersisih. Kemana ayah tempat meminta. Kemana gerangan dicari ibu tempat
mengadu.
Dalam situasi seperti itu, Rasulullah SAW lewat menghampiri. Meletakkan kedua telapak tangan Beliau dikepala si bocah.
Sambil bertanya Rasul berkata, “Kenapa dikau wahai anak? Teman-temanmu
gelak ketawa, dikau merana sedih menangis, gerangan apakah yang
menyulitkan ?
Andaikan ada pemimpin zaman sekarang, yang menolehkan pandang kepada
silemah, yang tidak pernah mengenal rasa senang. Alangkah indahnya hidup
ini ?.
Dengan nada tersendat, kerongkongan tersumbat, menahan perasaan
kekanakan sibocah lugu menjawab, “Wahai Rasulullah, bagaimana diri tak
akan sedih, melihat teman bergembira ria, pulang kerumah ada sanak
saudara, lelah bermain ada ibu menghibur, duka dihati ada ayah yang
menyahuti.
Sedang diriku wahai Nabi, terasa nian malangnya hidup ini, tiada ibu
tempat mengadu, ayahpun sudahlah pergi, badan tinggal sebatang kara.
Yatim piatu aku kini……..,”
Mendengar rintihan kalbu bocah yang bersih, yang mengharap belas kasih
dengan tulus seketika, Rasulullah SAW berkata, “…maukah engkau wahai
anak, jika rumah Rasulullah menjadi rumahmu, Ummul Mukminin menjadi
ibumu …?”.
Andaikan ada masa kini, pintu rumah terbuka bagi silemah, lapangan kerja
tersedia bagi dhu’afak, tentulah merata bahagia ditengah bangsa ini.
Jawaban spontan Nabi, menjadikan wajah si bocah berseri-seri, walau yang
didengar barulah ajakan, tetapi harapan hidup sudah terbuka.
Ada pelindung pengganti bunda. Walaupun ibu dan ayah sudah tiada. Serta
merta Nabi memangku si bocah. Mencium kedua pipi sianak yang sudah lama,
tidak pernah dirasakannya.
Sirnalah air mata yang tadinya terurai lantaran sedih dan hampa. Berganti air mata gembira lantaran bahagia.
Demikianlah satu bukti sangat substansil dari sabda Nabi SAW disampaikan
Beliau pada Kotbah Wada’ itu, “Aku dan orang-orang yang menanggung anak
yatim, berada di sorga seperti ini (lalu beliau mengacungkan jari
telunjuk dan jari tengahnya, seraya memberi jarak keduanya)”
(HR.Bukhari, Abu Daud dan Tirmidzi).
Dengan hati yang bersih penuh harap, dengan kedua telapak tangan kami
menengadah kepada MU, kami bermohon ; Jangan Engkau jadikan kami menjadi
ummat buih (ghutsa-an ka ghutsa-as-sail), yang dipermainkan serta
diperebutkan oleh orang-orang yang tengah kelaparan, seakan
memperebutkan sepiring makanan dihadapan mereka.
Allahumma Yaa Ghaffar,
Kami menyadari sudah banyak nikmat MU kepada kami. Namun terkadang kami
selalu lupa mensyukurinya. Kami sadar telah banyak kesalahan dan
kezaliman kami lakukan, sadar ataupun tidak, tapi kami lalai memohon
ampun. Yaa Rahmanu Yaa ‘Aziizu, ampunilah kami semua. Ampunilah kedua
orang tua kami. Bimbing kami dan pemimpin bangsa kami selalu beribadah
kepada MU, Dan terimalah semua amal ibadah kami. Amiin Ya Rabbal
Alamiin. (Khutbah Id akan dibacakan di masjid Al-Hidayah Kopang Desa
Karang Bajo)